BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Perkembangan
ilmu teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan
usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi, tetapi
juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang sarana transportasi sampai
daerah pelosok mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut, dan
udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan
daerah lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin meningkat, sehingga
kebutuhan perlindungan terhadap barang
muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. Keadaan ini mendorong perkembangan
perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial (sosial
security insurance). Pembangunan dibidang ekonomi ditandai oleh munculnya
perusahaan-perusahaan besar yang memerlukan banyak modal melalui kredit,
bangunan kanntor, tenaga kerja yang memerlukan jaminan perlindungan dari
ancaman bahaya kemacetan, kebakaran dan kecelakaan kerja. Hal ini mendorong
perkembangan asuransi kredit, asuransi kebakaran dan asuransi tenaga kerja.
Perkembangan
usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat. Makin tinggi
pendapatan per kapita masyarakat, makin mampu masyarakat memiliki harta
kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya.
Karena pendapatan masyarakat terus meningkat, maka kemampuan membayar premi
asuransi juga meningkat. Dengan demikian usaha perasuransian juga berkembang.
Kini banyak sekali jenis asuransi yang berkembang dalam masyarakat yang
meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan asuransi sosial yang diatur
dalam berbagai undang-undang. Khusus mengenai asuransi sosial bukan didasarkan
pada perjanjian.
Perasuransian
adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan
perusahaan perasuransian. Asuransi atau pertanggungan yang merupakan terjemahan
dari insurance atau verzekering atau
assurantie,[1][1] timbul karena kebutuhan
manusia. Seperti telah dimaklumi , bahwa dalam mwngarungi hidup dan kehidupan
ini, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti yang mungkin
menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Apabila peristiwa tersebut
terjadi dan menguntungkan atau menyenangkan, akan merupakan suatu keberuntungan
yang tentu diharapkan. Akan tetapi, keadaannya tidakselalu demikian. Dapat saja terjadi suatu peristiwa negatif yang
merugikan baik bagi dirinya, keluarganya maupun kekayaannya. Mereka yang
memiliki rumah, kemungkinan mengalami suatu peristiwa yang tidak diinginkannya.
Asuransi
merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau
bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk
jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari
kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian,
kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara
teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin
perlindungan tersebut. Dalam pengertian perasuransian
selalu meliputi 2 (dua) jenis
kegiatan usaha, yaitu usaha asuransi[2] [2] (Pasal 2 huruf (a)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992) dan perusahaan penunjang usaha asuransi[3][3].
Perjanjian
asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko[4][4] mempunyai kegunaan yang
positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun bagi pembangunan Negara. Mereka
yang menutup perjanjian asuransi akan merasa tenteram sebab mendapat
perlindungan dari kemungkinan tertimpa suatu kerugian. Suatu perusahaan yang
mengalihkan risikonya melalui perjanjian asuransi akan dapat meningkatkan
usahanya dan berani menggalang tujuan yang lebih besar. Demikian pula
premi-premi yang terkumpul dalam suatu perusahaan asuransi dapat diusahakan dan
digunakan sebagai dana untuk usaha pembangunan.
Asuransi
pada awalnya adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk
meringankan beban keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan.
Secara umum konsep asuransi merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok
orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai suatu yang tidak
dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang
menjadi anggota perkumpulan itu, maka kerugian akan ditanggung bersama oleh
mereka.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa ada beberapa jenis asuransi, yaitu asuransi jiwa, asuransi
kerugian dan asuransi sosial. Dalam makalah ini kami hanya membahas mengenai
asuransi sosial dan asuransi kredit.
Di
Indonesia, asuransi sosial merupakan salah satu dari beberapa jenis asuransi
yang umumnya relatif masih baru dibandingkan dengan jenis asuransi lainnya. Hal
ini disebabkan timbulnya asuransi sosial berbeda latar belakangnya dengan
asuransi yang lain. Asuransi sosial timbul karena suatu kebutuhan masyarakat
akan terselenggarakannya suatu jaminan sosial (sosial security). Jadi karena
adanya suatu kebutuhan masyarakat berhubung keadaan dan perkembangannya, dimana
suatu jaminan sosial itu sudah merupakan suatu hal yang demikian mendesak dan
tidak dapat ditunda. Asuransi sosial ialah alat untuk menghimpun risiko dengan
memindahkannya kepada organisasi yang biasanya adalah organisasi pemerintah,
yang diharuskan oleh undang-undang untuk memberikan manfaat keuangan atau
pelayanan kepada atau atas nama orang-orang yang diasuransikan itu pada waktu terjadinya
kerugian tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Asuransi sosial, atau
secara umum disebut SJSN (sistem jaminan sosial nasional) adalah program
asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang,
dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan
masyarakat.
Di
Indonesia perusahaan yang mendapat tugas menyelenggarakan asuransi sosial
sampai pada saat ini adalah :
1.
Perum Asabri untuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pegawai sipil
Hankam lainnya, dikelola oleh Perum Asuransi Sosial ABRI.
2.
Perum Astek, dikelola oleh PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3.
Asuransi Kecelakaan, dikelola oleh PT AK Jasa Raharja (Persero)
4.
Askes (Badan Penyelenggara Dana Kesehatan Pusat)
5.
Asuransi Pegawai Negeri, dikelola oleh PT Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri.
Asuransi
sosial mempunyai cirri-ciri khusus, yaitu :
1)
Penanggung (biasanya suatu
organisasi dibawah wewenang pemerintah)
2)
Tertanggung
(biasanya masyarakat luar anggota/golongan masyarakat tertentu)
3)
Risiko
(suatu kerugian yang sudah diatur dan ditentukan lebih dahulu)
4)
Wajib (berdasarkan suatu
ketentuan undang-undang atau peraturan lain)
Dalam
pengertian yang luas, asuransi sosial dimaksudkan untuk menutup risiko-risiko
sosial, yaitu semua jenis risiko yang terdapat dalam masyarakat, misalnya
kehilangan penghasilan disebabkan usia tua, pengangguran, kematian atau karena
kehilangan kemampuan untuk bekerja.
Sedangkan
asuransi kredit merupakan bagian dari asuransi varia. Asuransi kredit yaitu
proteksi yang diberikan oleh asuransi kepada bank umum/lembaga pembiayaan
keuangan atas risiko kegagalan debitur di dalam melunasi fasilitas kredit atau
pinjaman tunai (cash loan) seperti kredit modal kerja, kredit perdagangan, dan
lain-lain yang diberikan oleh bank umum/lembaga pembiayaan keuangan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Permasalahan yang menjadi
pokok pembahasan dalam makalah ini, yaitu:
1.
Menjelaskan hal-hal penting dalam asuransi kredit.
C.
TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini,
yaitu :
1.
Untuk mengetahui hal-hal penting dalam asuransi kredit
.
D.
MANFAAT
Manfaat dari makalah ini,
yaitu :
1.
Kita dapat mengetahui hal-hal penting dalam asuransi kredit .
BAB II
HAL-HAL PENTING DALAM ASURANSI
KREDIT
A.
HAL-HAL
PENTING DALAM ASURANSI KREDIT
1.
Penjelasan
Umum
Pasal 247
KUHD menyebutkan beberapa jenis asuransi yaitu asuransi kebakaran, asuransi
hasil pertanian, asuransi jiwa, dan asuransi pengangkutan. Akan tetapi dalam
praktek jenis-jenis asuransi itu lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis
yang disebutkan dalam Pasal 247 KUHD. Dalam Pasal 247 KUHD terdapat kata-kata
“antara lain”.
“Pasal 247
itu secara yuridis adalah tidak membatasi atau menghalangi timbulnya
jenis-jenis pertanggungan lain menurut kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat kita
dasarkan pada kata-kata “antara lain” yang terdapat didalam Pasal 247 itu.
Dengan demikian sifat dari Pasal 247 itu hanyalah menyebutkan beberapa contoh
saja. Dengan demikian para pihak dapat juga memperjanjikan adanya pertanggungan
bentuk lain.”
Jadi,
tumbuhnya jenis-jenis baru dibidang asuransi memang tidak dilarang oleh
Undang-Undang. Hal ini berdasarkan Pasal
247 KUHD tersebut di atas, dibuka kemungkinan untuk lahirnya asuransi-asuransi
baru selain disebutkan. Dengan demikian, walapun asuransi kredit tidak diatur
dalam Undang-Undang, tetapi banyak pihak-pihak yang menggunakan asrunsi kredit
tersebut.
Dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
Dalam paket
kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal
dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana
kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit
diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh
setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat
mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank. Kredit macet atau problem loan
adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor
atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur.
Jaminan
kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi
perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan
bank. Di samping status dan kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk
diperhatikan oleh bank adalah dalam cara pengikatannya. Pengikatan jaminan
kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan
dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau
tidak mampu melunasi kreditnya.
Asuransi kredit (credit
insurance) pada mulanya lebih dikenal dalam lingkungan asuransi jiwa dalam
bentuk perlindungan kepada kreditur terhadap risiko macetnya pelunasan sisa
pinjaman akibat meninggalnya debitur. Asuransi ini dikenal pula dengan istilah
credit life insurance (asuransi jiwa kredit) dan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992, jenis bisnis asuransi yang terkait dengan hidup
meninggalnya seseorang harus ditangani oleh perusahaan asuransi jiwa dan bukan
oleh asuransi kerugian (general insurer). Istilah penjamina (guarantee) harus
dibedakan dengan asuransia (insurance) karena karakteristik bisnis diantara keduanya
berbeda.
Pada asuransi hanya ada 2
(dua) pihak yang terlibat yaitu Penanggung dan Tertanggung, sedangkan dalam
penjaminan terdapat 3 (tiga) pihak yaitu Obligee, Principal, dan Bank atau
Surety Company. Perbedaan yang lain antara asuransia dan penjamin adalah bahwa
dalam asuransi, risiko yang dihadapi adalah berupa accidental risk dan lebih
bersifat pada risiko-risiko natural seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan
lain-lain, sedangkan dalam penjaminan, risiko yang dihadapi lebih banyak
bersifat moral risk misalnya ketidakmampuan membayar cicilan pinjaman dari
debitur kepada kreditur (kredit macet). Dengan demikian, tujuan utama dari
asuransi adalah memberikan ganti rugi kepada Tertanggung apabila terjadi
musibah dari luar, sedangkan tujuan dari penjaminan adalah untuk memenuhi
kebutuhan bonafiditas penerima pinjaman.
Asuransi
penjaminan kredit pada dasarnya adalah bentuk gabungan dari asuransi kredit dan
penjaminan kredit dimana jenis asuransi ini mengcover ketidakmampuan debitur
dalam melunasi sisa pinjaman kepada kreditur sebagai akibat dari risiko-risiko
:
1.
meninggal dunia
2.
wanprestasi.
Mekanisme
asuransi berjalan pada saat terjadi meninggalnya debitur, sedangkan penjaminan
akan berperan pada saat terjadi klaim non meninggal dunia.
2.
Subjek
Tertanggung dalam Asuransi Kredit
Pada
asuransi kredit yang menjadi tertanggung adalah Bank/Lembaga Pembiayaan
Keuangan yang mengajukan permintaan asuransi kredit bukan debitur yang meminjam
dana dari Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan tersebut. Dengan demikian
asuransi kredit merupakan biparty agreement dimana hanya ada dua pihak yang
terlibat yaitu perusahaan asuransi sebagai penanggung dan bank umum/lembaga
pembiayaan sebagai tertanggung.
3.
Objek
Pertanggungan dalam Asuransi Kredit
Objek
pertanggungan pada asuransi kredit adalah risiko timbulnya kerugian yang
dialami oleh Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan karena adanya kredit macet
dari debitur.
4.
Kriteria
Kredit yang Dapat Dijamin pada Asuransi Kredit
Kriteria
kredit yang dapat dijamin pada asuransi kredit adalah kredit yang diberikan :
1.
Berdasarkan norma-norma perkreditan yang sehat, wajar, dan berlaku umum.
2.
Sesuai dengan manual pemberian kredit yang sesuai SE BI.
3.
Debitur yang memiliki izin usaha yang ditentukan oleh pihak yang berwenang
dan tidak bertentangan dengan hukum.
4.
Debitur yang tidak sedang dalam proses kepailitan atau telah dinyatakan pailit[5][32] atau bubar
demi hukum.
5.
Debitur yang tidak memiliki tunggakan kredit yang digolongkan kualitas
kredit diragukan.
Dalam hal kredit misal (berkelompok), kriteria kredit
yang dapat dijamin adalah
kredit yang
:
1)
Mempunyai sector ekonomi sama.
2)
Ditinjau
dari aspek manajemen, pemasaran, pembelanjaan, dari aspek teknis, usaha
tersebut memerlukan pengelolaan yang terkait satu dengan lainnya.
5.
Syarat-Syarat
Pengajuan Assuransi Kredit
Bank
Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan yang mengajukan asuransi kredit harus
menyerahkan dokumen-dokumen berikut berikut ke calon penanggung:
a.
Perjanjian kerja sama atau
surat kesepakatan bersama antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dan
Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan sebagai tertanggung.
b.
Akta perusahaan debitur,
company profile debitur, laporan keuangan debitur 3 tahun terakhir.
a.
Fotokopi/tembusan perrmohonan
kredit dan debitur ke Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan, memorandum
persetujuan kredit dari Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan ke debitur.
6.
Risiko Pada
Asuransi Kredit
Risiko yang
dapat dijamin pada asuransi kredit adalah risiko yang timbul karena :
1)
Debitur tidak melunasi kredit
pada saat kredit yang bersangkutan jatuh tempo dengan ketentuan usaha debitur
sudah tidak ada/tidak berjalan lagi.
2)
Debitur dinyatakan dalam
keadaan insolvent dan untuk itu harus memenuhi salah satu dari hal-hal berikut
:
a.
Debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri yang berwenang.
b.
Debitur dikenakan likuidasi berdasarkan keputusan pengadilan yang berwenang
dan untuk itu telah ditunjuk likuidatur.
c.
Debitur, sepanjang bukan badan hukum ditempatkan di bawah pengampuan.
3)
Debitur melarikan
diri/menghilang/tidak lagi diketahui alamatnya.
4)
Terjadinya penarikan kembali
kredit sebelum jangka waktu kredit berakhir, yaitu khusus untuk kredit dengan
jangka waktu lebih dari dua tahun, dengan syarat bahwa penarikan kembali kredit
tersebut memenuhi salah satu ketentuan berikut:
a.
Dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kerugian yang lebih
besar apabila kredit tersebut dilanjutkan.
b.
Disebabkan karena adanya ketidaksesuaian atau penyimpangan yangdilakukan
debitur atas ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit.
5)
Risiko lain-lain yang
disepakati oleh tertanggung dan penanggung yang dituangkan dalam perjanjian
kerja sama atau surat kesepakatan bersama.
Risiko yang
tidak dijamin pada asuransi kredit adalah risiko yang timbul karena:
1.
Reaksi nuklir, sentuhan radio aktif, radiasi dan reaksi inti atom yang
secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi dan mengakibatkan kegagalan usaha debitur Bank tanpa
memandang bagaimana dan di mana terjadinya.
2.
Kerugian yang diderita debitur disebabkan oleh risiko-risiko yang wajib ditutup pertanggungannya dalam
asuransi kerugian dengan nilai penuh (fully insured) atau minimal sama dengan
pokok kreditnya.
3.
Terjadinya salah satu risiko politik yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi dan mengakibatkan debitur Bank tidak mampu melunasi
kreditnya.
4.
Bencana alam (Act of God).
5.
Akibat kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh Bank Umum/Lembaga Pembiayaan
Keuangan.
7.
Plafon
Untuk Asuransi Kredit
Plafon
untuk asuransi kredit sebagai berikut :
a.
Kredit usaha mikro (maksimal
s/d Rp 50 juta)
b.
Kredit usaha kecil (> Rp 50
juta s/d Rp 500 juta)
c.
Kredit usaha menengah (> Rp
500 juta s/d Rp 5 miliar)
d.
Kredit missal (berkelompok)
jumlah debitur/plafon harus memenuhi criteria sebagai berikut :
1)
Untuk sektor pertanian dalam
arti luas adalah kredit yang diberikan kepada lebih dari 100 debitur atau
plafon kredit keseluruhan lebih dari Rp 500 juta.
2)
Untuk bidang non pertanian
adalah kredit yang diberikan kepada lebih dari 500 debitur atau plafon kredit
keseluruhan lebih dari Rp 1 miliar.
8.
Hak Klaim
Hak klaim
dari tertanggung muncul :
a.
Setelah 3 (tiga) bulan
terhitung daro tanggal jatuh tempo kredit.
b.
Debitur telah dilaporkan
menunggak pada periode Laporan Debitur Menunggak, minimal tiga bulan sebelum
timbulnya hak klaim.
c.
Khusus untuk pengajuan klaim
sebelum jatuh tempo, klaim mulai timbul pada saat setelah kredit dikategorikan
“macet” sebagaimana ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia.
9.
Prosedur
Pelaksanaan Hak Subrogasi
Dalam hal pelaksanaan hak
subrogasi, setelah penanggung membayar klaim ke tertanggung, penanggung akan
bekerja sama dengan tertanggung untuk menyelesaikan penjualan aset-aset milik
debitur yang menjadi jaminan kredit. Penanggung memperoleh hasil penjualan
jaminan kredit. Penanggung memperoleh hasil penjualan jaminan sebesar nilai
klaim yang dibayarkannya ke tertanggung.
10. Jenis Kredit yang Dapat
Memperoleh Pertanggungan
a.
Kredit
Modal Kerja
Kredit modal kerja untuk membiayai produksi dan/atau
pemasokan barang yang diberikan Bank selaku tertanggung diwilayah Indonesia
kepada debitur. Pinjaman untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam
satu siklus usaha dan atau kebutuhan modal kerja yang bersifat khusus seperti
untuk membiayai inventory, piutang atau proyek.
Fitur:
1)
Limit kredit diatas Rp 500
juta sampai dengan Rp 10 Miliar.
2)
Kredit dapat diberikan dalam
valuta Rupiah.
3)
Jangka waktu sampai dengan 1
(satu) tahun dan dapat diperpanjang.
4)
Sifat kredit revolving (Kredit
Rekening Koran atau Kredit Berjangka) atau non revolving (Kredit Angsuran
Berjangka)
Persyaratan:
1)
Dokumen legalitas pemohon,
misalnya : KTP, kartu keluarga, Akte Pendirian Perusahaan
2)
Dokumen legalitas usaha,
misalnya : NPWP, SIUP, SITU, TDP atau SKDU
b.
Kredit
Modal Kerja Ekspor
Kredit modal Kerja untuk membiayai ekspor dan / atau
pemasokan barang ekspor non migas yang diberikan bank selaku tertanggung di
Wilayah Indonesia. Fasilitas Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) adalah fasilitas
pembiayaan yang diberikan oleh Indonesia Eximbank berdasarkan kebutuhan modal
kerja Eksportir dalam rangka kegiatan ekspor barang maupun jasa.
11. Manfaat Asuransi Kredit
A. Bagi
Perbankan
1) Transaksi yang tidak bankable
menjadi bankable
Transaksi yang tidak bankable
karena tidak memenuhi persyaratan collateral akan tetapi feasible dapat dibantu
dengan adanya asuransi kredit dari Asuransi ASEI. Asuransi atau penjaminan
kredit dari Asuransi ASEI dapat menggantikan sebagian collateral yang diperlukan
perbankan dalam mendukung pemberian kredit kepada sektor riil. Untuk transaksi
non-cash loan khususnya, tergantung kepada penilaian risiko berdasarkan risks
assessment Asuransi ASEI yang juga mempertimbangkan risks analysis dari bank,
Asuransi ASEI dapat memberikan:
a.
Pertanggungan 70% sampai 100%
dari nilai non-cash loan yang diberikan oleh bank;
b.
Persyaratan collateral yang
lebih ringan bagi nasabah (misalnya cash collateral 20% sampai dengan 40%,
ditambah fixed assets atau fiducia atas stock).
c.
Mengurangi risks premium
sehingga lending rate dapat lebih kompetitif
Risiko kredit yang dialihkan kepada Asuransi ASEI dapat diperhitungkan sebagai penurunan unsur risiko dalam pricing suku bunga (mengurangi risks premium).
Risiko kredit yang dialihkan kepada Asuransi ASEI dapat diperhitungkan sebagai penurunan unsur risiko dalam pricing suku bunga (mengurangi risks premium).
d.
Pengurangan bobot ATMR 50%
Bobot ATMR atas kredit yang
diasuransikan atau dijaminkan kepada Asuransi ASEI sebagai BUMN di bidang
asuransi dan penjaminan kredit dihitung sebesar 50% (lima puluh persen),
sehingga semakin besar kredit yang diasuransikan atau dijaminkan ke Asuransi
ASEI akan dapat memberikan pengaruh positif kepada perhitungan CAR perbankan.
e.
Fee-based income dan
penempatan cash collateral
Bank dapat
mengembangkan fee-based income (fasilitas non-cash loan), dan cash collateral
akan ditempatkan pada bank sehingga bank dapat menarik manfaat dari penempatan
deposito pada bank.
f.
Safety net perbankan
menghindari 100% own retention
Dengan
memanfaatkan fasilitas Asuransi ASEI, Bank telah mengembangkan strategic
parthership yang kuat dengan salah satu jaring pengaman (safety net) perbankan
terhadap risiko atas kredit yang disalurkannya. Bank tidak harus menanggung
sendiri keseluruhan beban kerugian (100% own retention) yang dalam jangka
panjang dapat berakibat catashtropical risks, dengan cara mengalihkan
kemungkinan risiko kerugian kepada Asuransi ASEI. Dengan strategic parthership
yang kuat maka akan semakin kuat kemampuan kapasitas Asuransi ASEI, sehingga
daya dukung safety net Asuransi ASEI terhadap perbankan juga dapat semakin
meningkat.
1)
Kemungkinan pengembangan
kerjasama refinancing
Perbankan dapat mengembangkan
kerjasama refinancing khususnya untuk kredit ekspor atau impor yang bersifat
pre-shipment atau post-shipment dengan tingkat bunga yang kompetitif dengan
bank-bank asing atau bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan di luar negeri,
sehingga lending rate dari perbankan nasional dapat semakin kompetitif.
Asuransi ASEI akan mendukung melalui internasional network Asuransi ASEI dengan
export credit agencies (ECA) antara lain: Coface-Perancis, EulerHermes-Jerman,
Atradius-Belanda (sebelumnya benama NCM); EFIC-Australia; EDC-Canada; US
Exim-USA; Nexi-Jepang; KEIC-Korea; Sinosure-China; HKEC-Hongkong; TEBC-Taiwan,
dan lain-lain.
2)
Second opinion dalam analisa
pemberian kredit
Asuransi ASEI melakukan risks assessment terhadap pertanggungan
yang akan diberikan perbankan kepada Asuransi ASEI. Dengan demikian bank akan
memperoleh second opinion dari Asuransi ASEI sebagai lembaga penjaminan kredit
sebelum suatu credit line diberikan kepada debitur
3)
Clients referrals
Asuransi ASEI akan dapat
memberikan referrals atas nasabah-nasabah yang memiliki track record baik untuk
dapat memanfaatkan fasilitas bank.
4)
Fungsi intermediasi perbankan
meningkat
Bank-bank lebih kompetitif,
berani dan bergairah di dalam menyalurkan kredit kepada sektor riil termasuk
usaha yang bergerak dalam kegiatan ekspor non-migas, dengan adanya proteksi
kredit serta incentive (non-subsidi, berupa antara lain, adanya jaminan atas
risiko kredit dengan biaya rendah, perhitungan ATMR serta pengurangan risks
premium, transaksi yang non-bankable dapat menjadi bankable). Dengan demikian
fungsi intermediasi perbankan khususnya untuk pembiayaan sektor riil akan dapat
ditingkatkan yang akan tercermin dari tingkat LDR.
B. Bagi Sektor
Riil / Debitur
1)
Sektor riil akan terbantu
likuiditasnya dengan adanya produk Asuransi ASEI yang menjadi jembatan
penghubung antara sektor riil dan perbankan.
2)
Competitiveness sektor riil
akan terbantu melalui:
3)
Likuiditas yang cukup serta
fasilitas kredit dengan tingkat bunga yang lebih baik, karena adanya pembiayaan
bank yang didukung oleh Asuransi ASEI;
4)
Kemampuan sektor riil
khususnya yang berorientasi ekspor di dalam penetrasi ke pasar-pasar
non-tradisional yang risikonya umumnya lebih tinggi, dapat didukung dengan
adanya proteksi Asuransi ASEI;
5)
Eksportir dapat lebih berani
menawarkan terms of payment yang lebih lunak misalnya Usance L/C atau Non-L/C
dengan adanya proteksi Asuransi ASEI.
6)
Sektor riil termasuk usaha
ekspor dapat meningkatkan usahanya dengan lebih kompetitif, leluasa dan lebih
aman.
7)
Sektor riil pada umumnya
terbantu, termasuk sektor riil yang berorientasi ekspor semakin kompetitif,
sehingga ekspor non-migas dapat diharapkan meningkat lebih baik, yang pada
gilirannya akan meningkatkan cadangan devisa negara, dan kondisi industri serta
investasi membaik.
8)
Lapangan kerja baru tercipta
sehingga mengurangi tingkat pengangguran.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan
diatas, yaitu :
Hal-hal penting dalam asuransi
kredit
Asuransi kredit tidak lahir
dari Undang-Undang selayaknya asuransi sosial, melainkan lahir dari adanya
perjanjian antara pihak tertanggung dengan pihak penanggung. Tertanggung dalam
asuransi kredit adala Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan dan Penanggung
adalah pihak asuransi. Tujuan dari asuransi ini adalah untuk mengatasi
problem Bank Umum/Lembaga Pembiayaan
Keuangan apabila terdapat debitur yang tidak mampu melunasi utangnya (kredit
macet). Asuransi penjaminan kredit merupakan bentuk gabungan dari asuransi
kredit dan penjaminan kredit dimana jenis asuransi ini mengcover ketidakmampuan
debitur dalam melunasi sisa pinjaman kepada kreditur sebagai akibat dari
risiko-risiko meninggal dunia dan wan prestasi.
B.
SARAN
Pada kesempatan ini kami hanya
menyarankan kepada pembaca, apabila ingin membuat suatu perjanjian asuransi,
sebaiknya memperhatikan hal-hal apa saja yang menjadi pokok-pokok dari asuransi
tersebut agar kelak tidak terjadi kerugian di antara pihak yang melakukan
perjanjian asuransi. Bagi pegawai negeri sipil, pengusaha dan tenaga kerja
patut mengetahui asuransi apa yang wajib ia lakukan. Karena asuransi tersebut
dapat membantu ketika terjadi masalah yang tidak diinginkan.
DAFTARPUSTAKA
Muhammmad, Abdulkadir. 2006. Hukum Asuransi Indonesia. Bandar Lampung: Citra Aditya Bakti.
Naja, Daeng. 2009. Pengantar
Hukum Bisnis Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Prakoso, Djoko. 2004. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta.
Rastuti, Tuti. 2011. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Sastrawidjaya, Man S. 2003. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga. Bandung: Alumni.
----------------------------. 2004. Hukum Asuransi. Bandung: Alumni.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
insurance
(Inggris)/asuransi, verzekering(Belanda)/pertanggungan, issurantie
(latin)/ pertanggungan.
[2][2] Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia. Bandar
Lampung. Citra Aditya Bakti. 2006, hal. 6.
Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang
dengan menghimpun dana masyarakat melaluipengumpulan premi asuransi memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau
terhadap hidup ataumeninggalnya seseorang.
perusahaan penunjang asuransi adalah jenis
perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi.
Risiko adalah kesempatan timbulnya kerugian,
probabilitas timbulnya kerugian, ketidakpastian, penyimpangan actual dari yang
diharapkan, probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan.
[5][32]Tutu Rastuti. Op Cit., hal. 114. Pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih
kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.