BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Perkembangan zaman kian lama kian pesatnya, kecanggihan
teknologi dan informasi sudah merajai di berbagai bidang kehidupan manusia. Hal
tersebut sangatlah berpengaruh dalam kehidupan manusia mendatang, tidak hanya
di Indonesia namun secara global pengaruhnya akan semakin terasa. Pengaruh yang
paling menonjol adalah meningkatnya kebutuhan manusia. Dahulu manusia hanyalah
ingin memenuhi tiga kebutuhan saja, yaitu sandang, pangan dan papan. Namun
dengan pesatnya perkembangan zaman, kini manusia tidak hanya ingin mmenuhi
ketiga kebutuhan tersebut melainkan semua kebutuhan yang lain juga ingin mereka
penuhi. Seperti halnya untuk kebutuhan yang belum pasti di masa mendatang
manusia sudah terlebih dahulu ingin memenuhinya mulai dari sekarang, sebagai
contohnya kebutuhan di hari tua maka manusia sudah menyiapkan dana pensiun
untuk kelak di masa yang akan datang, anak – anak yang belum sekolah sudah
disiapkan dananya mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Hal tersebut
menjadikan semakin kompleksnya kebutuhan manusia sehingga ingin semua kebutuhan
mereka dapat tercukupi.
Untuk memenuhi kebutuhan yang belum pasti di masa yang akan
datang tersebut maka sebagian manusia memerlukan asuransi. Karena asuransi
merupakan salah satu buah peradaban manusia dan merupakan suatu hasil evaluasi
kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah kebutuhan akan rasa aman dana
terlindung, terhadap kemungkinan menderita kerugian. Asuransi merupakan buah
pikiran dan akal budi manusia untuk mencapai suatu keadaan yang dapat memenuhi
kebutuhannya, terutama sekali untuk kebutuhan – kebutuhannya yang hakiki
sifatnya antara lain rasa aman dan terlindung.[1]
Dalam bisnis asuransi, ada beberapa prinsip asuransi yang
harus diterapkan baik oleh perusahaan asuransi maupun oleh masyarakat
tertanggung. Setidaknya prinsip dimaksud antara lain adalah prinsip insurable
interest, prinsip utmost good faith, prinsip indemnity,
prinsip proximate cause, dan prinsip kontribusi dan subrogasi.[2] Selain
itu, Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam pasal
1 angka 1 menjelaskan bahwa “ Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan”.[3]
1.1.2
PENGERTIAN
Fungsi utama dari asuransi
adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk transfer
mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak
lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan
kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan
finansial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi
tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam
jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin
dideritanya[4]
Pada kesempatan ini akan membahas tentang Asuransi Jiwa dan Asuransi
Kerugian ( Kebakaran ) :
a.
Asuransi Jiwa
Menutup pertanggungan
untuk membayarkan sejumlah santunan karena meninggal atau tetap hidupnya
seseorang dalam jangka waktu pertanggungan.
Dalam asuransi jiwa, penanggung menerima premi dari tertanggung dan apabila tertanggung meninggal, maka santunan (uang pertanggungan) dibayarkan kepada ahli waris atau seseorang yang ditunjuk dalam polis sebagai penerima santunan. contoh tipe asuransi ini yaitu Asuransi Jiwa Murni (Whole Life Insurance), Asuransi Jiwa Berjangka Panjang, Asuransi Jiwa Jangka Pendek (Term Insurance).
Dalam asuransi jiwa, penanggung menerima premi dari tertanggung dan apabila tertanggung meninggal, maka santunan (uang pertanggungan) dibayarkan kepada ahli waris atau seseorang yang ditunjuk dalam polis sebagai penerima santunan. contoh tipe asuransi ini yaitu Asuransi Jiwa Murni (Whole Life Insurance), Asuransi Jiwa Berjangka Panjang, Asuransi Jiwa Jangka Pendek (Term Insurance).
b.
Asuransi Kerugian
Menutup
pertanggungan untuk kerugian karena kerusakan atau kemusnahan harta benda yang
dipertanggungkan karena sebab – sebab atau kejadian yang dipertanggungkan
(sebab – sebab atau bahaya – bahaya yang disebut dalam kontrak atau polis
asuransi). Dalam asuransi kerugian, penanggung menerima premi dari tertanggung
dan apabila terjadi kerusakan atau kemusnahan atas harta benda yang
dipertanggungkan maka ganti kerugian akan dibayarkan kepada tertanggung. contoh
produk asuransi ini adalah :
1) Asuransi Kebakaran
2) Asuransi Angkutan Laut
3) Asuransi Kendaraan Bermotor
4) Asuransi Kerangka Kapal
5) Construction All Risk (CAR)
6) Property / Industrial All Risk
7) Asuransi Customs Bond
8) Asuransi Surety Bond
9) Asuransi Kecelakaan Diri
10) Asuransi Kesehatan
11) dan lain lain
2.1.2
DASAR HUKUM
a.
ASURANSI JIWA
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah
Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992
tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk
perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang
bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan
(kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada
suatu kejadian yang belum tentu”.
Beberapa hal
penting mengenai asuransi:
1.
Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal
1320 KUH Perdata;
2.
Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya
isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak
standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam
Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
3.
Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung
dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak
dengan yang akan menerima tanggungan;
4.
Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa
Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
5.
Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah
pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1.
Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2.
Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
3.
Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4.
Tujuan yang ingin dicapai;
5.
Resiko dan premi;
6.
Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan
ganti kerugian;
7.
Syarat-syarat yang berlaku;
8.
Polis asuransi.
.
b.
ASURANSI
KEBAKARAN
Asuransi
Kebakaran adalah asuransi yang menjamin kerugian dan/atau kerusakan harta
dan/atau benda akibat kebakaran dan penyebab lainnya yang di jamin dalam
polis.Perusahaan asuransi di Indonesia pada umumnya mengacu pada Polis
Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI).Risiko-risiko yang di jamin
dalam PSAKI antara lain kebakaran, Petir, Ledakan, Kejatuhan Pesawat Terbang,
dan Asap.
selain harus
memenuhi syarat-syarat umum Pasal 256 KUHD, juga harus rnenyebutkan
syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi kebakaran seperti di
dalam Pasal 287 KUHD, Untuk mengetahui semua syarat umum serta syarat
khusus yang harus dimuat dalam polis asuransi kebakaran, berikut ini disajikan
si kedua pasal KUHD tersebut :
1)
Hari dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu
diadakan.
2)
Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran
untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga.
5)
Bahaya-bahaya (evenemen) penyebab kebakaran yang di
tanggung oleh penanggung.
6)
Waktu bahaya-bahaya (evenemen) mulai berjalan dan
berakhir menjadi tanggungan penanggung.
8)
Janji-janji khusus yang diadakan antara pihak-pihak
dan keadaan yang perlu diketahui oleh dan untuk kepentingan penanggung.
9)
Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan.
10)
Pemakaian untuk apa benda yang diasuransikan.
11)
Sifat dan pemakaian gedung yang berbatasan, sejauh itu
berpengaruh terhadap risiko kebakaran yang menjadi beban penanggung.
12)
Harga benda
yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran.
13)
Letak dan perbatasan gedung dan tempat di mana
terdapat, tersimpan atau tertimbun benda bergerak yang diasuransikan.
3.1.2
SEJARAH
a. Sejarah Asuransi di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia
pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands
Indie.Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa
Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.Untuk
menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan
demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu,
yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau
zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang
lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah
perkembangan.Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada
zaman penjajahan itu adalah :
1) Perusahaan-perusahaan yang didirikan
oleh orang Belanda.
2) Perusahaan-perusahaan yang merupakan
Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris
dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang
dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda
terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan
bangsa Eropa lainnya.Manfaat dan peranan asuransi belum
dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.Jenis asuransi
yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas
dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan.Asuransi
kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor
masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing
lainnya.Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi
kerugian satupun.Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di
Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan
asuransi milik Belanda dan Inggris.
b. Asuransi zaman kemerdekaan
Setelah Perang Dunia usai,
perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali beroperasi di negara yang
sudah merdeka ini.Sampai tahun 1964 pasar industri asuransi di Indonesia masih
dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda dan Inggris.Pada awal mulanya
beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan yang disebut
“Bataviasche Verzekerings Unie” (BVU) pada tahun 1946, yang melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap penutupan, masing-masing
anggota BVU memperoleh share tertentu.Cara ini dilakukan mengingat keadaan pada
waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi masih kurang sekali.Pada tahun 1950
berdiri sebuah perusahaan asuransi kerugian yang pertama, yakni NV.
Maskapai Asuransi Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah menjadi PT MAI
PARK. Pada saat itu, sebagai perintis perusahaan asuransi kerugian nasional
yang pertama, maka perusahaan ini harus bersaing dengan perusahaan asuransi
asing yang unggul baik dalam faktor permodalan maupun pengetahuan teknis. Dengan
berdirinya perusahaan asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian pengusaha
nasional dipacu untuk mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi kerugian.
Keberanian ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua barang impor
hams diasuransikan di Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menanggulangi
pemakaian devisa untuk membayar premi asuransi di luar negeri.
Pada tahun 1953 berdiri pula
perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang reasuransi Belanda dan
Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk membayar premi reasuransi ke luar
negeri juga masih tetap besar. Untuk menanggulangi hal ini, didirikanlah pada
tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi profesional, yakni “PT. REASURANSI
.UMUM INDONESIA” yang mendapat dukungan dari bank-bank pemerintah. Lembaga yang
tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat untuk
perusahaan-perusahaan asuransi asing untuk menggunakanjasa perusahaan
reasuransi nasional.Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini
memberikan hasil yang diharapkan.Kegiatan PT. Reasuransi Umum Indonesia pada
tahun 1963 diperluas dengan kegiatan reasuransi jiwa.Pada saat PT. Reasuransi
Umum Indonesia didirikan, banyak perusahaan-perusahaan asuransi kerugian nasional
bermunculan, tetapi perkembangannya masih terhambat oleh persaingan yang berat
dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta asing.Pada waktu perjuangan
mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, pemerintah melakukan
nasionalisasi perusahaan milik Belanda.Perusahaan-perusahaan Inggris
dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.
4.1.2
RESIKO YANG
DITANGGUNG
4.1.2
Asuransi Jiwa
Ada banyak manfaat
asuransi bagi masyarakat. Untuk mendapatkan manfaat yang sesuai, Anda perlu
mengenali bentuk risiko yang bisa ditanggung saat akan membeli asuransi jiwa.
Lantas, apa saja risiko yang bisa ditanggung asuransi jiwa, ada beberapa
kategori risiko yang bisa diasuransikan[5]:
1) Pertama,
kerugian terjadi secara kebetulan.
Yang dimaksud
adalah di mana kerugian yang terjadi harus sesuatu yang tidak diharapkan
ataupun tidak sengaja dilakukan, misalnya kecacatan akibat sakit atau
kecelakaan.
2)
Kedua, kerugiannya riil atau
nyata.
Yang dimaksud
adalah kerugiannya harus bisa dibatasi dengan waktu atau jumlah. Misalnya,
sampai kapan polis dibayarkan atau berapa banyak yang harus ditanggung.
3)
Ketiga, kerugian harus berarti.
Maksudnya,
kerugian yang terjadi bisa menimbulkan beban yang berat, misalnya akibat
kecelakaan kerja, seseorang jadi tidak bisa bekerja selama satu tahun sehingga
tak bisa mendapat penghasilan untuk menanggung hidup keluarganya.
4)
Keempat, tingkat kerugian harus
bisa diprediksi.
Maksudnya adalah
berapa besar kerugian yang akan ditanggung perusahaan asuransi harus bisa
diperkirakan. Dengan begitu, premi yang harus dibayar pun bisa dihitung berapa
besarnya.
5)
Kelima, kerugiannya tidak
menjadi bencana katastrofe (malapetaka besar yang datang tiba-tiba).
Maksudnya,
perusahaan asuransi tidak akan menanggung risiko yang muncul akibat daerah
tertentu sudah langganan banjir, dekat dengan gunung berapi, atau potensi kerap
mengalami bencana lainnya.
4.1.2
Asuransi Kebakaran
:
Dalam Polis
Asuransi Kebakaran hal-hal atau resiko yang di tanggung oleh Asuransi antara
lain :
a. KEBAKARAN
b. PETIR
c. LEDAKAN
d. KEJATUHAN PESAWAT TERBANG
e. ASAP
Sedangkan
hal-hal atau resiko yang tidak di tanggung oleh polis asuransi yaitu :
1) Kerusuhan
2) Pemogokan
3) Penghalangan bekerja
4) Perbuatan Jahat
5) Pencegahan
6) Huru-hara
7) Pembangkitan Rakyat
8) Pengambilalihan Kekuasaan
9) Revolusi
10) Pemberontakan
11) Kekuatan Militer
12) Invasi
13. Perang Saudara
14. Perang dan Permusuhan
15. Makar
16. Terorisme
17. Sabotase
18. Penjarahan
5.1.2
SAAT LAHIR DAN
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
5.1.1
Asuransi Jiwa dan Asuransi
Kebakaran
Untuk menyatakan kapan
perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan
mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum terdapat 2 (dua) teori
perjanjian tersebut:
1.
Teori
tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya
akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang
satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan
sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang
diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi
antara tertanggung dan penanggung.
2.
Teori
penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut
ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat
tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang
perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal
1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan
mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh
tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian
asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.
Menurut pasal 257
Perjanjian itu lahir setelah adanya kesepakatan dan kesepakatan lahir dari
2 kehendak yaitu penanggung dan tertanggung. Jadi kalau kesepakatan lahir maka
akan menimbulkan hak dan kewajiban. Jika terjadi peristiwa maka
jelas para pihak harus memenuhi kewajiban dengan membayar premi dan akan
menimbulkan ganti rugi
A.
Cara Melahirkan kata Sepakat :
Lisan
a)
dengan tegas
b)
dengan cara diam-diam/anggukan
kepala saja
2.
Tulisan
dengan mencantumkan kata
setuju pada selembar kertas
asuransi sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan
penanggung. Sehingga hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung timbul sejak
terjadi kesepakatan berdasarkan nota persetujuan. Bila bukti tertulis sudah ada
barulah dapat digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara perdata.
Ketentuan ini yang dimaksud oleh pasal 258 ayat (1) KUHD. Syarat-syarat khusus
yang dimaksud dalam pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi inti isi perjanjian
yang telah dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban
tertanggung dan penanggung seperti: penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat
kerugian yang menjadi beban penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan
klausula-klausula tertentu.
B.
Berakhirnya Asuransi
Ada empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara lain sebagai
berikut:
a) Karena Terjadi Evenemen
b) Karena Jangka Waktu Berakhir
c) Karena Asuransi Gugu
d) Karena Asuransi Dibatalkan
6.1
HAK DAN KEWAJIBANNYA PARA PIHAK
6.1.1.
Asuransi Jiwa dan Asuransi Kebakaran :
Hak dan kewajiban
penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis
belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan
disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note)
dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang
berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal
255 KUHD).
Hak-hak tertanggung meliputi :
1. menerima polis (surat perjanjian
asuransi )
2. mendapat ganti kerugian bila terjadi
peristiwa
3. hak-hak lainnya sebagai imbalan dari
kewajiban penanggung
Kewajiban dari tertanggung meliputi :
1.
Membayar
premi
2.
Memberitahukan
keadaan-keadaan sebenarnya mengenai barang-barang yang dipertanggungkan ( pasal
251 wvk )
3.
Mencegah
agar kerugian dapat dibatasi ( pasal 283 wvk )
4.
Kewajiban
khusus yang mungkin disebut di dalam polis
5.
Hak dan
kewajiban penanggung
Hak-hak penanggung diantaranya :
1.
menerima
premi
2.
menerima
pemberitahuan keadaan sebenarnya dari tertanggung
3.
hak-hak
lainnya sebagai imbalan dari kewajiban tertanggung
Kewajiban penanggung diantaranya :
1.
memberikan
polis kepada tertanggung
2.
mengganti kerugian
dalam asuransi ganti rugi dan memberikan sejumlah uang yang telah disepakati
dalam asuransi
3.
melaksanakan
premi restorno ( pasal 281 WvK ) kepada tertanggung yang beritikad baik
berhubung penanggung untuk seluruhnya atau sebagian tidak menanggung resiko
lagi dan asuransi gugur atau batal seluruhnya atau sebagian.
4.
Sifat
Asuransi
7.1. POLISNYA
7.1.2
Polis
Asuransi Jiwa
Menurut ketentuan
pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk
akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan
janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak
(penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian,
polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah
terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
Mengingat fungsinya
sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib
memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata
atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat
menimbulkan perselisihan (dispute).
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD,
setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus
berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan
perjanjian asuransi;
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri
atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda
yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai
pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang
ditanggung oleh penanggung;
f.
Saat bahaya
mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggunganpenanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu
diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara
para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi
peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat
berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
Untuk jenis
asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula
menyebutkan:
1. Letak barang tetap serta
batas-batasnya;
2. Pemakaiannya;
3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung
yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan;
4. Harga barang-barang yang
dipertanggungkan;
5. Letak dan pembatasan gedung-gedung
dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu
berada.
DAFTAR PUSTAKA
- Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT Intermasa, 1986;
- H. Mashudi, SH. MH dan Moch. Chidir Ali, SH. (Alm.), Hukum Asuransi, Penerbit CV. Mandar Maju, 1995;
- Undang – Undang Usaha Perasuransian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Perbankan 1992, Penerbit CV. Eko Jaya, Jakarta, 1992;
- Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1999;
- Hasanuddin Rahman, S.H., Aspek–Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
6.
Dr.
Sri Rejeki Hartono,SH. 1992. Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi.
Jakarta: Sinar Grafika. Hal.30
7.
Dr. Sri Rejeki Hartono,SH. Op. Cit. Halaman 96
8.
Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 2 Tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian
9.
Morton:1999.
10.
Menurut
Iskandar Kasir dkk, dalam bukunya Dasar-dasar Asuransi Jiwa, Kesehatan, dan
Anuitas (Jakarta, AAMAI: 2011, hal 24-28)
3. Pasal 1
angka 1 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
4. (Morton:1999).
jika kita memikirkan masa depan keluarga, memang sebaiknya kita menyeiapkan proteksi mulai sekarang dengan membeli asuransi.
BalasHapusasuransi unit link